Selasa, 02 September 2014

Aksara Swalalita

 AKSARA SWALALITA
Sebelum membicarakan tentang aksara Swalalita, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai sejarah aksara Bali. Menurut penyelidikan para ahli diantaranya Dr. R Goris tentang aksara Bali dengan ejaannya sebagaimana yang terdapat dalam lontar-lontar, baik perkembangannya melalui piagam-piagam yang berbahasa Bali kuna adalah berpangkal pada aksara Dewa Negari/Pallawa dengan bahasanya Sanskerta.
Perkembangan aksara Bali melalui proses yang sangat panjang. Aksara Bali memang erat kaitannya dengan perkembangan aksara India. Cikal bakal dari aksara Bali adalah aksara Karosti (India). Aksara Karosti tersebut kemudian berkembang menjadi aksara Brahmi, kemudia berkembang lagi menjadi aksara Devanegari dan aksara Pallawa. Aksara Dewanegari digunakan di India Utara dan digunakan untuk menuliskan bahasa Sanskerta. Sedangkan aksara Pallawa digunakan di India Selatan untuk menuliskan bahasa Pallawa (Nala, 2006).
Penyebaran aksara-aksara tersebut di Indonesia dibawa dari India bersamaan dengan penyebaran agama Hindu dan Buddha. Hasilnya, perkembangannya menghasilkan aksara Kawi dan Indonesia Kuno. Aksara Kawi kemudian berkembang menjadi aksara Jawa dan aksara Bali, serta aksara lainnya yang tersebar di Indonesia.
Bukti terkuat adanya peninggalan aksara Devanegari di Indonesia terdapat di Kutai-Kalimantan Timur yang terkenal dengan sebutan Yupa atau tiang batu berdiri yang digunakan sebagai tempat upacara kurban.  Sedangkan di Bali bukti perkembangan  aksara Devanagari dan Pallawa ditemukan di Pura Penataran Sasih Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Bukti tersebut berbentuk stupa-stupa kecil yang berisi cap dari tanah legit yang bertuliskan aksara Pradewanegari atau Siddhamatrka.
Selain itu, bukti perkembangan lainnya ditemukan di Pura Blanjong Sanur-Bali. Bukti tersebut berbentuk tugu peringatan raja Sri Kesari Warmadewa bertulisankan aksara Devanagari dan aksara Bali Kuna. Aksara Devanagari digunakan untuk menuliskan bahasa Bali kuna dan aksara Bali kuna digunakan untuk menuliskan bahasa Sanskerta.
Tidak hanya aksara Karosti saja, Aksara Pallawa juga mengalami perkembangan yaitu menjadi aksara Semi Pallawa. Dari aksara Semi Pallawa tersebut kemudian berkembang bentuknya menjadi aksara Kediri Kwadrat, yang kemudian berubah menjadi aksara Jawa dan terakhir berubah lagi menjadi aksara Bali yang penulisannya terletak pada bagaimana cara untuk menuliskan bunyi dalam sistem bahasa ke dalam simbol huruf. Sistem tersebut kemudian disebut dengan sistem silabik yaitu kecenderungan ke pemilihan ejaan dengan sistem suku kata dan penggunaan sistem silabik tersebut masih digunakan sampai saat ini.
Aksara merupakan lambang bunyi bahasa yang berkaitan dengan bahasa karena hanya dengan aksara satu bahasa dapat dibaca dan didokumentasikan. Aksara juga memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban manusia (Soken Bandana Dkk, 2012:95). Sejarah kabudayaan Indonesia termasuk Bali, mengalami perubahan periodisasi dari prasejarah ke babak sejarah ditandai dengan adanya aksara.
Penggunaan aksara sebagai lambang bunyi bahasa dalam hal tulis menulis merupakan suatu pertanda berkembangnya peradaban manusia menjadi lebih maju dibandingkan sebelumnya karena munculnya ide-ide, pikiran-pikiran, tindakan, dan hasil karya manusia yang dapat diwujudkan melalui tulisan. Demikian pula dengan perkembangan bahasa dan aksara Bali yang merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Sejak dahulu sampai sekarang bahasa Bali senantiasa mengalami perkembangan sebagaimana tampak dari perbendaharaan kata termasuk tata bahasanya. Kosa kata bahasa Bali berdasarkan asal-usulnya ada yang berasal dari bahasa Kawi (Jawa Kuna), bahasa Sanskerta, bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah lain yang ada di nusantara. Penulisan aksara-aksara, baik dalam gabungan kata atau klausa, kalimat, maupun gabungan kalimat untuk kepentingan penulisan teks suatu wacana (sepeti teks pidato, teks cerita, dan lain-lain) terlebih dahulu perlu memperhatikan dan memahami ketentuan–ketentuan yang berlaku. Misalnya: kosa kata yang berasal dari bahasa Bali umum (lumrah) ditulis menggunakan aksara Wreastra, sedangkan kosa kata bahasa Bali yang berasal dari bahasa Jawa kuna, ditulis menggunakan aksara Swalalita.
Berdasarkan pemakaiannya dalam tulis menulis, aksara Bali dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu aksara Wreastra, aksara Swalalita, dan aksara Modre (Simpen, 1980 dalam Soken Dkk, 2012:96). Sedangkan Bagus, 1980 (dalam Soken dkk, 2012:97) disebutkan bahwa berdasarkan bentuk dan fungsinya aksara Bali dibedakan menjadi dua jenis yaitu aksara biasa dan aksara suci.
Aksara biasa adalah aksara yang digunakan untuk menuliskan hal-hal mengenai kehidupan sehari-hari seperti kesusastraan, perjanjian, atau ilmu yang terdiri dari atas aksara Wreastra dan aksara Swalalita. Sedangkan aksara suci adalah aksara yang dianggap suci karena dipercaya mempunyai kekuatan magis. Secara garis besar aksara suci dibagi menjadi dua yaitu aksara Modre dan aksara Wicaksara.
Senada dengan Bagus, Nala (2006:5) menyatakan berdasarkan atas bentuk dan fungsinya, aksara Bali dibagi atas dua jenis yakni aksara biasa dan aksara suci. Disebut aksara biasa karena aksara ini telah terbiasa digunakan oleh masyarakat Bali untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dalam hubungannya dengan sesama melalui aksara. Adapun aksara biasa ini adalah aksara Wreastra dan Swalalita. Sedangkan aksara suci terbagi menjadi dua kelompok yakni aksara Wicaksara (Bijaksara) dan Modre.
Dengan adanya pembagian bentuk dan fungsi dari masing-masing aksara tersebut, akan sangat sulit bagi siswa untuk mempelajari aksara Modre dan aksara Wicaksara karena aksara tersebut hanya diperuntukkan untuk penggunaan di bidang keagamaan khususnya dalam doa-doa, filsafat, pengobatan serta penulisan dalam upacara dewa yadnya dan hanya dapat dipelajari oleh orang yang benar-benar siap secara lahir dan batin (Nala, 2006).
Sujiwa (2012:15) dikemukakan pengertian aksara Swalalita sebagai berikut.
Aksara Swalalita inggih punika aksara Baline sane jangkep, kanggen nyuratang aksara Bali sane maweweh aksara saking basa Kawi miwah Sansekerta. Sane ngranjing ring aksara Swalalita makasami aksara wresastrane sane 18 (pelekutus), maweweh aksara Baline sane ring sasuratan puniki kabaos aksara mayah minakadi na rambat, talatik, dhamadu, thatawa, sasaga, sasapa, ghagora, phakapal, bhakembang, lan jhajera.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan bentuk dan fungsinya, aksara Bali diklasifikasikan menjadi dua yaitu aksara biasa dan aksara suci. Aksara biasa terdiri dari aksara Wresastra dan Swalalita. Sedangkan aksara suci terdiri dari aksara Modre dan Wicaksara. Dengan adanya pengelompokan aksara seperti pada penjelasan di atas, penelitian ini akan dikhususkan pada penulisan aksara Swalalita.
Nala (2006:11) dikemukakan pengertian aksara Swalalita adalah aksara Bali yang digunakan dalam kesusastraan Kawi, seperti untuk menuliskan kekawin, parwa, dan lain-lain. Jumlah aksaranya sebanyak 47 aksara yang terdiri atas 14 aksara suara (vokal), dan 33 aksara wianjana (konsonan).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aksara Swalalita merupakan aksara biasa yang lebih lengkap jumlah aksaranya karena ditambah dengan aksara-aksara seperti na rambat, talatik, dhamadu, thatawa, sasaga, sasapa, ghagora, phakapal, bhakembang, dan  jhajera yang digunakan untuk menuliskan bahasa Bali yang berasal dari bahasa Kawi atau Jawa Kuna dan bahasa Sanskerta atau bahasa-bahasa asing yang sering digunakan oleh masyarakat.
Subandi, dkk. (2009:15-19) mengemukakan Aksara Swalalita berjumlah empat puluh tujuh yang terdiri atas empat belas aksara suara (vokal) dan tiga puluh tiga aksara wianjana (konsonan). Yang termasuk dalam aksara Suara Swalalita dapat dilihat pada tabel berikut.

Tebel 01. Aksara Suara Swalalita
Aksara Suara Swalalita
No.
Vokal
Nama
Penanda
Bunyi
Latin
Nama
1
Á
Akara
-
A
-
2
Õ
Akara dirgha
….o
Ā
Tedung/tedong
3
÷
Ikara
….i
I
Ulu
4
÷o
Ikara dirgha
….I
Ī
Ulu sucika/sari
5
Ú
Ukara
….u
U
Suku balung
6
Úo
Ukara dirgha
….U
Ū
Suku ilut
7
6
Ekara
….e
E
Taling/taleng
8
Ü
Airsania
….E
Ai
Taling detia/taling marepa
9
3
Okara
e….o
O
Taling/taling tedong
10
3o
Okara dirgha
E….o
Au
Taling marepa matedonh
11
Ï
Parepa/rarepa
¾¾¾¾»
Parepa
12
Ïo
Parepa dirgha
….Ê
Guwung marepa
13
2
Ngama-lela/lelenga
….Þ
Ļ
Lelenga
14
Ngamalela dirgha
l)o
L
Rerepa

Adapun yang termasuk Wianjana (konsonan) Swalalita adalah sebagai berikut.
Tabel 02. Aksara Wianjana Swalalita
Aksara Wianjana Swalalita
No.
Vokal
Nama
Penanda
Bunyi
Gantungan
Nama
1
k
Ka
Kantia/ tenggorokan
….Ð
Gantungan ka
2
¼
Kha
Kantia/ tenggorokan
--
Gantungan kha
3
g
Ga
Kantia/ tenggorokan
á.
Gantungan ga
4
F
Gha
Kantia/ tenggorokan
…. Ââ
Gantungan gha
5
\
Nga
Kantia/ tenggorokan
….å
Gantungan nga
6
c
Ca
Talawia/ anak tekak
….å
Gantungan ca
7
….È
Cha
Talawia/ anak tekak
….È
Gantungan calaca
8
j
Ja
Talawia/ anak tekak
….é
Gantungan ja
9
Ü
Jha
Talawia/ anak tekak
-
Gantungan jajera
10
Z
Nya
Talawia/ anak tekak
….ñ
Gantungan nya
11
`
ṭa
Murdania/langit-langit
….Õ
Gantungan ta latik
12
q
ṭha
Lidah
-
Gantungan tatawa
13
a
ḍa
Lidah
-
Gantungan da madu
14
a
ḍha
Lidah
-
Gantungan da madu
15
x
Na
Murdania/langit-langit
….Å
Gantungan na rambat
16
t
Ta
Dantia/gigi
….Ó
Gantungan ta
17
q
Tha
Dantia/gigi
….Ô
Gantungan ta tawa
18
d
Da
Dantia/gigi
….Ñ
Gantungan da
19
a
Dha
Dantia/gigi
….Ò
Gantungan da madu
20
n
Na
Dantia/gigi
….Â
Gantungan na kojong
21
p
Pa
Ostia/bibir
….æ
Gantungan pa
22
|
Pha
Ostia/bibir
….è
Gantungan pa kapal
23
b
Ba
Ostia/bibir
….ã
Gantungan ba
24
v
Bha
Ostia/bibir
….ä
Gantungan bha kembang
25
m
Ma
Ostia/bibir
….ß
Gantungan ma
26
y
Ya
Ardasuara/semi vokal
….ê
Nania
27
r
Ra
Ardasuara/semi vokal
….É
Cakra
28
l
La
Ardasuara/semi vokal
….Þ
Gantungan la
29
w
Wa
Ardasuara/semi vokal
….Ù
Suku kembung
30
]
Usma/desis
….Ö
Gantungan sa saga
31
[
Usma/desis
….×
Gantungan sa sapa
32
s
Sa
Usma/desis
….
Gantungan sa
33
h
Ha
Wisarga/aspirat
….À
Hantungan 
ha