AKSARA SWALALITA
Sebelum
membicarakan tentang aksara Swalalita,
akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai sejarah aksara Bali. Menurut penyelidikan
para ahli diantaranya Dr. R Goris tentang aksara Bali dengan ejaannya
sebagaimana yang terdapat dalam lontar-lontar, baik perkembangannya melalui
piagam-piagam yang berbahasa Bali kuna
adalah berpangkal pada aksara Dewa Negari/Pallawa dengan bahasanya Sanskerta.
Perkembangan
aksara Bali melalui proses yang sangat panjang. Aksara Bali memang erat
kaitannya dengan perkembangan aksara India. Cikal bakal dari aksara Bali adalah
aksara Karosti (India). Aksara Karosti tersebut kemudian berkembang
menjadi aksara Brahmi, kemudia
berkembang lagi menjadi aksara Devanegari
dan aksara Pallawa. Aksara Dewanegari digunakan di India Utara dan
digunakan untuk menuliskan bahasa Sanskerta.
Sedangkan aksara Pallawa digunakan di
India Selatan untuk menuliskan bahasa Pallawa (Nala, 2006).
Penyebaran
aksara-aksara tersebut di Indonesia dibawa dari India bersamaan dengan
penyebaran agama Hindu dan Buddha. Hasilnya, perkembangannya menghasilkan
aksara Kawi dan Indonesia Kuno.
Aksara Kawi kemudian berkembang
menjadi aksara Jawa dan aksara Bali, serta aksara lainnya yang tersebar di
Indonesia.
Bukti
terkuat adanya peninggalan aksara Devanegari
di Indonesia terdapat di Kutai-Kalimantan Timur yang terkenal dengan sebutan
Yupa atau tiang batu berdiri yang digunakan sebagai tempat upacara kurban. Sedangkan di Bali bukti perkembangan aksara Devanagari
dan Pallawa ditemukan di Pura
Penataran Sasih Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Bukti
tersebut berbentuk stupa-stupa kecil yang berisi cap dari tanah legit yang
bertuliskan aksara Pradewanegari atau
Siddhamatrka.
Selain
itu, bukti perkembangan lainnya ditemukan di Pura Blanjong Sanur-Bali. Bukti
tersebut berbentuk tugu peringatan raja Sri Kesari Warmadewa bertulisankan aksara
Devanagari dan aksara Bali Kuna. Aksara
Devanagari digunakan untuk menuliskan
bahasa Bali kuna dan aksara Bali kuna digunakan untuk menuliskan bahasa Sanskerta.
Tidak
hanya aksara Karosti saja, Aksara Pallawa juga mengalami perkembangan yaitu
menjadi aksara Semi Pallawa. Dari aksara
Semi Pallawa tersebut kemudian
berkembang bentuknya menjadi aksara Kediri
Kwadrat, yang kemudian berubah
menjadi aksara Jawa dan terakhir berubah lagi menjadi aksara Bali yang
penulisannya terletak pada bagaimana cara untuk menuliskan bunyi dalam sistem
bahasa ke dalam simbol huruf. Sistem tersebut kemudian disebut dengan sistem
silabik yaitu kecenderungan ke pemilihan ejaan dengan sistem suku kata dan
penggunaan sistem silabik tersebut masih digunakan sampai saat ini.
Aksara
merupakan lambang bunyi bahasa yang berkaitan dengan bahasa karena hanya dengan
aksara satu bahasa dapat dibaca dan didokumentasikan. Aksara juga memiliki
peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban manusia (Soken Bandana
Dkk, 2012:95). Sejarah kabudayaan Indonesia termasuk Bali, mengalami perubahan
periodisasi dari prasejarah ke babak sejarah ditandai dengan adanya aksara.
Penggunaan
aksara sebagai lambang bunyi bahasa dalam hal tulis menulis merupakan suatu
pertanda berkembangnya peradaban manusia menjadi lebih maju dibandingkan
sebelumnya karena munculnya ide-ide, pikiran-pikiran, tindakan, dan hasil karya
manusia yang dapat diwujudkan melalui tulisan. Demikian pula dengan
perkembangan bahasa dan aksara Bali yang merupakan salah satu bahasa daerah
yang ada di Indonesia.
Sejak
dahulu sampai sekarang bahasa Bali senantiasa mengalami perkembangan
sebagaimana tampak dari perbendaharaan kata termasuk tata bahasanya. Kosa kata
bahasa Bali berdasarkan asal-usulnya ada yang berasal dari bahasa Kawi (Jawa
Kuna), bahasa Sanskerta, bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah lain
yang ada di nusantara. Penulisan aksara-aksara, baik dalam gabungan kata atau
klausa, kalimat, maupun gabungan kalimat untuk kepentingan penulisan teks suatu
wacana (sepeti teks pidato, teks cerita, dan lain-lain) terlebih dahulu perlu
memperhatikan dan memahami ketentuan–ketentuan yang berlaku. Misalnya: kosa
kata yang berasal dari bahasa Bali umum (lumrah) ditulis menggunakan aksara Wreastra, sedangkan kosa kata bahasa
Bali yang berasal dari bahasa Jawa kuna, ditulis menggunakan aksara Swalalita.
Berdasarkan
pemakaiannya dalam tulis menulis, aksara Bali dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu aksara Wreastra, aksara Swalalita, dan aksara Modre (Simpen,
1980 dalam Soken Dkk, 2012:96). Sedangkan Bagus, 1980 (dalam Soken dkk,
2012:97) disebutkan bahwa berdasarkan bentuk dan fungsinya aksara Bali
dibedakan menjadi dua jenis yaitu aksara biasa dan aksara suci.
Aksara
biasa adalah aksara yang digunakan untuk menuliskan hal-hal mengenai kehidupan
sehari-hari seperti kesusastraan, perjanjian, atau ilmu yang terdiri dari atas aksara Wreastra dan aksara Swalalita. Sedangkan aksara suci adalah aksara yang dianggap suci karena dipercaya mempunyai kekuatan
magis. Secara garis besar aksara suci dibagi menjadi dua yaitu aksara Modre dan aksara Wicaksara.
Senada
dengan Bagus, Nala (2006:5) menyatakan berdasarkan atas bentuk dan fungsinya, aksara
Bali dibagi atas dua jenis yakni aksara biasa dan aksara suci. Disebut aksara
biasa karena aksara ini telah terbiasa digunakan oleh masyarakat Bali untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dalam hubungannya dengan sesama melalui
aksara. Adapun aksara biasa ini adalah aksara Wreastra dan Swalalita.
Sedangkan aksara suci terbagi menjadi dua kelompok yakni aksara Wicaksara (Bijaksara) dan Modre.
Dengan
adanya pembagian bentuk dan fungsi dari masing-masing aksara tersebut, akan
sangat sulit bagi siswa untuk mempelajari aksara Modre dan aksara Wicaksara
karena aksara tersebut hanya diperuntukkan untuk penggunaan di bidang keagamaan
khususnya dalam doa-doa, filsafat, pengobatan serta penulisan dalam upacara
dewa yadnya dan hanya dapat dipelajari oleh orang yang benar-benar siap secara
lahir dan batin (Nala, 2006).
Sujiwa
(2012:15) dikemukakan pengertian aksara
Swalalita sebagai berikut.
Aksara Swalalita inggih punika aksara Baline
sane jangkep, kanggen nyuratang aksara Bali sane maweweh aksara saking basa
Kawi miwah Sansekerta. Sane ngranjing ring aksara Swalalita makasami aksara
wresastrane sane 18 (pelekutus), maweweh aksara Baline sane ring sasuratan
puniki kabaos aksara mayah minakadi na rambat, talatik, dhamadu, thatawa,
sasaga, sasapa, ghagora, phakapal, bhakembang, lan jhajera.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan bentuk dan fungsinya,
aksara Bali diklasifikasikan menjadi dua yaitu aksara biasa dan aksara suci.
Aksara biasa terdiri dari aksara Wresastra
dan Swalalita. Sedangkan aksara suci
terdiri dari aksara Modre dan Wicaksara. Dengan adanya pengelompokan
aksara seperti pada penjelasan di atas, penelitian ini akan dikhususkan pada
penulisan aksara Swalalita.
Nala
(2006:11) dikemukakan pengertian aksara Swalalita
adalah aksara Bali yang digunakan dalam kesusastraan Kawi, seperti untuk
menuliskan kekawin, parwa, dan lain-lain. Jumlah aksaranya
sebanyak 47 aksara yang terdiri atas 14 aksara suara (vokal), dan 33 aksara wianjana
(konsonan).
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aksara Swalalita merupakan aksara biasa yang lebih lengkap jumlah
aksaranya karena ditambah dengan aksara-aksara seperti na rambat, talatik, dhamadu, thatawa, sasaga, sasapa, ghagora,
phakapal, bhakembang, dan jhajera yang digunakan untuk menuliskan
bahasa Bali yang berasal dari bahasa Kawi atau Jawa Kuna dan bahasa Sanskerta
atau bahasa-bahasa asing yang sering digunakan oleh masyarakat.
Subandi,
dkk. (2009:15-19) mengemukakan Aksara Swalalita
berjumlah empat puluh tujuh yang terdiri atas empat belas aksara suara (vokal) dan tiga puluh tiga aksara wianjana (konsonan). Yang termasuk
dalam aksara Suara Swalalita dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tebel 01. Aksara Suara Swalalita
Aksara
Suara Swalalita
|
|||||
No.
|
Vokal
|
Nama
|
Penanda
Bunyi
|
Latin
|
Nama
|
1
|
Á
|
Akara
|
-
|
A
|
-
|
2
|
Õ
|
Akara dirgha
|
….o
|
Ā
|
Tedung/tedong
|
3
|
÷
|
Ikara
|
….i
|
I
|
Ulu
|
4
|
÷o
|
Ikara dirgha
|
….I
|
Ī
|
Ulu
sucika/sari
|
5
|
Ú
|
Ukara
|
….u
|
U
|
Suku
balung
|
6
|
Úo
|
Ukara dirgha
|
….U
|
Ū
|
Suku
ilut
|
7
|
6
|
Ekara
|
….e
|
E
|
Taling/taleng
|
8
|
Ü
|
Airsania
|
….E
|
Ai
|
Taling
detia/taling marepa
|
9
|
3
|
Okara
|
e….o
|
O
|
Taling/taling
tedong
|
10
|
3o
|
Okara dirgha
|
E….o
|
Au
|
Taling
marepa matedonh
|
11
|
Ï
|
Parepa/rarepa
|
¾¾¾¾»
|
ṛ
|
Parepa
|
12
|
Ïo
|
Parepa dirgha
|
….Ê
|
ṝ
|
Guwung
marepa
|
13
|
2
|
Ngama-lela/lelenga
|
….Þ
|
Ļ
|
Lelenga
|
14
|
2²
|
Ngamalela dirgha
|
l)o
|
L
|
Rerepa
|
Adapun
yang termasuk Wianjana (konsonan) Swalalita adalah sebagai berikut.
Tabel 02. Aksara Wianjana Swalalita
Aksara
Wianjana Swalalita
|
|||||
No.
|
Vokal
|
Nama
|
Penanda
Bunyi
|
Gantungan
|
Nama
|
1
|
k
|
Ka
|
Kantia/ tenggorokan
|
….Ð
|
Gantungan
ka
|
2
|
¼
|
Kha
|
Kantia/ tenggorokan
|
--
|
Gantungan
kha
|
3
|
g
|
Ga
|
Kantia/ tenggorokan
|
…á.
|
Gantungan
ga
|
4
|
F
|
Gha
|
Kantia/ tenggorokan
|
…. Ââ
|
Gantungan
gha
|
5
|
\
|
Nga
|
Kantia/ tenggorokan
|
….å
|
Gantungan
nga
|
6
|
c
|
Ca
|
Talawia/ anak tekak
|
….å
|
Gantungan
ca
|
7
|
….È
|
Cha
|
Talawia/ anak tekak
|
….È
|
Gantungan
calaca
|
8
|
j
|
Ja
|
Talawia/ anak tekak
|
….é
|
Gantungan
ja
|
9
|
Ü
|
Jha
|
Talawia/ anak tekak
|
-
|
Gantungan
jajera
|
10
|
Z
|
Nya
|
Talawia/ anak tekak
|
….ñ
|
Gantungan
nya
|
11
|
`
|
ṭa
|
Murdania/langit-langit
|
….Õ
|
Gantungan
ta latik
|
12
|
q
|
ṭha
|
Lidah
|
-
|
Gantungan
tatawa
|
13
|
a
|
ḍa
|
Lidah
|
-
|
Gantungan
da madu
|
14
|
a
|
ḍha
|
Lidah
|
-
|
Gantungan
da madu
|
15
|
x
|
Na
|
Murdania/langit-langit
|
….Å
|
Gantungan
na rambat
|
16
|
t
|
Ta
|
Dantia/gigi
|
….Ó
|
Gantungan
ta
|
17
|
q
|
Tha
|
Dantia/gigi
|
….Ô
|
Gantungan
ta tawa
|
18
|
d
|
Da
|
Dantia/gigi
|
….Ñ
|
Gantungan
da
|
19
|
a
|
Dha
|
Dantia/gigi
|
….Ò
|
Gantungan
da madu
|
20
|
n
|
Na
|
Dantia/gigi
|
….Â
|
Gantungan
na kojong
|
21
|
p
|
Pa
|
Ostia/bibir
|
….æ
|
Gantungan
pa
|
22
|
|
|
Pha
|
Ostia/bibir
|
….è
|
Gantungan
pa kapal
|
23
|
b
|
Ba
|
Ostia/bibir
|
….ã
|
Gantungan
ba
|
24
|
v
|
Bha
|
Ostia/bibir
|
….ä
|
Gantungan
bha kembang
|
25
|
m
|
Ma
|
Ostia/bibir
|
….ß
|
Gantungan
ma
|
26
|
y
|
Ya
|
Ardasuara/semi vokal
|
….ê
|
Nania
|
27
|
r
|
Ra
|
Ardasuara/semi vokal
|
….É
|
Cakra
|
28
|
l
|
La
|
Ardasuara/semi vokal
|
….Þ
|
Gantungan
la
|
29
|
w
|
Wa
|
Ardasuara/semi vokal
|
….Ù
|
Suku
kembung
|
30
|
]
|
ṡ
|
Usma/desis
|
….Ö
|
Gantungan
sa saga
|
31
|
[
|
ṣ
|
Usma/desis
|
….×
|
Gantungan
sa sapa
|
32
|
s
|
Sa
|
Usma/desis
|
….uæ
|
Gantungan
sa
|
33
|
h
|
Ha
|
Wisarga/aspirat
|
….À
|
Hantungan
ha
|