Senin, 13 Oktober 2014

Wanita dalam Pandangan Hindu


Kekuatan, Kebanggaan, dan Harga Diri, Menjadi Sudut
Pandang Tonggak Emansipasi Wanita  

Selama ini, wanita dikatakan menduduki peringkat runner up dibandingkan laki-laki. Secara fisik, laki-lakii memang lebih kuat dibandingkan wanita, sehingga ruang gerak sebagai wanita lebih dibatasi dibandingkan laki-laki. Walau demikian tentu tidak selamanya keberadaan kaum wanita itu dianaktirikan. Sebagaimana yang diajarkan dalam agama Hindu keberadaan seorang “wanita” adalah konsep yang paling mendasar untuk membentuk suatu kehidupan baru.



Siapa yang tidak kenal RA. Kartini? Rasanya di setiap kelas pasti terpampang lukisan pengarang buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu. Tokoh wanita tersebut dikenal nama dan jasanya sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia.
Contoh sikap RA. Kartini sebagi pelopor emansipasi wanita memang tidak bisa dipungkiri dari waktu ke waktu. Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan perasaan tidak akan pernah menerima diskriminasi apalagi pelecehan pada kaum wanita. Laki-laki dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain, bukan untuk dibandingkan dan direndahkan derajatnya. Bahkan akhir-akhir ini banyak ditayangkan di media massa dan elektronik tayangan kasus kekerasan kepada kaum wanita.
Masih ingatkah anda dengan kasus mutilasi yang terjadi di Bangli beberapa bulan lalu? Korbannya adalah seorang wanita yang tubuhnya “dicincang” oleh pasangannya sendiri. Hal tersebut tentu bertentangan  dengan emansipasi wanita. Dari beberapa kutipan yang redaksi temukan, kata wanita asal katanya adalah empu (per-empu-an). Kata empu sendiri berarti gelar kehormatan, seorang ahli, atau seorang yang mampu memimpin. Sehingga melihat asal kata wanita saja adalah keliru jika memperlakukan wanita dengan kasar, seperti contoh perilaku di atas.
Dalam pandangan Hindu, wanita mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan. Seperti yang diceritakan dalam film Mahadewa dan Mahadewa. Kehidupan di dunia dikatakan tidak lengkap tanpa adanya Sakti (wanita). Bahkan Brahma dan Wisnu pun memiliki saktinya masing-masing yaitu Saraswati (Brahma) dan Laksmi (Wisnu).  Makna filosofis dari sakti itu sendiri yaitu seorang istri bagi sang suami. Bayangkan jika di dunia ini tidak memiliki sakti (wanita). Siapa yang akan melahirkan kehidupan selanjutnya?
Penghinaan terhadap wanita juga dapat memicu kehancuran. Kisah ini mengingatkan kita betapa kuat dan berpengaruhnya seorang wanita. Ketika insiden Drupadi isteri Pandawa dihina pada ruang sidang istana kerajaan Kuru. Penghinaan yang dilakukan pada Drupadi juga turut dirasakan oleh Putra Pandu. Sehingga, sebagai klimaksnya perang besarpun tak bisa dihindarkan. Demikianlah sesungguhnya kedudukan seorang wanita. Kehormatan yang tertinggi bagi seorang laki-laki adalah wanitanya.
Tugas seorang wanita dalam rumah tangga adalah menjadi seorang Ibu. Sosok wanita sebagai seorang ibu merupakan contoh kecil kewajiban seorang. Diterangkan pula dalam bentuk yang lebih besar yang terdapat dalam Hindu adalah ajaran Samkhya. Samkhya menerangkan bahwa di dunia ini terdapat dua prinsip yang terlibat langsung dengan proses terciptanya alam semesta yaitu purusa dan prakerti. Purusa adalah unsur kejiwaan dan prakerti adalah unsur kebendaan atau materi. Dalam konteks makronya, unsur kebendaan atau materi tersebut adalah ibu pertiwi (bumi) tempat kita berpijak.
Dalam Bagawadgita I.41 dinyatakan “Adharmābhībhavād Ksa, praduyanti kulastriyah, striuduṣṭasu varseya, jāyate varasakara”, yang artinya dan jika adharma meliputi suasana, O Krisna, para wanita dari kaum keluarga menjadi jatuh moralnya dan bila para wanita jatuh moralnya, O Krisna, maka terjadilah kekacauan alam manusia. Dari kutipan tersebut, dapat kita apresiasi ketika seorang wanita dalam suatu keluarga diselimuti oleh adharma atau ketidakbenaran, maka kehidupan wanita yang ada dalam keluarga tersebut menjadi tidak bermoral hal tersebut tentu akan menjadi ancaman bagi keluarga itu sendiri.
 Jadi, wanita adalah simbol kekuatan, kebanggaan, dan harga diri yang tinggi. Ketika sesorang menghina wanita, orang tersebut sama saja menghina ibu pertiwi, ibunya sendiri dan menghancurkan dirinya sendiri. Namun, perlu kita ingat, sebagaimana kewajiban seorang wanita, tetap harus berjalan sesuai dengan batasan-batasan yang telah ditentukan. (Sus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar