Senin, 13 Oktober 2014

Pasang Aksara Bali

Pasang Aksara Bali

Sebelum lebih jauh mempelajari aksara Bali, terlebih dahulu harus diperhatikan uger-uger penulisan pasang aksara Bali itu sendiri diantaranya: 1) Pangangge Aksara Ardasuara, 2) Pangangge Tengenan, 3) Rangkepan Wianjana, 4) Nyurat Kruna Lingga Tigang Kecap, 5) Nyurat Aksara Madwita, 6) Nyurat Pasang Pageh, dan 7) Aksara Anceng. Adapun penjabaran dari masing-masing materi tersebut sebagai berikut.

1)   Pangangge Aksara Ardasuara
Menurut Nala, (2006:17) aksara ardasuara adalah aksara yang diucapkan setengah suara, misalnya ya, ra, la, dan wa, yang dapat difungsikan menjadi aksara wianjana (konsonan/huruf mati) atau aksara suara (vokal/huruf hidup). Selanjutnya Soken Dkk, (2011:23) dikemukakan bahwa pangangge aksara ardasuara atau penanda bunyi semi vocal terdiri dari lima buah yaitu nania (… ê) = ya, guung (…É) = ra, guung marepa (...Ê) =re, gantungan la (…¯) = la, dan suku kembung (…)Ù=  wa. Aksara ardasuara bisa berfungsi sebagai wianjana (konsonan) dan juga sebagai vokal. Bila berfungsi sebagai konsonan, maka harus ditulis sejajar seperti semula yaitu: y,r,l,w, sedangkan ketika aksara tersebut berfungsi sebagai vokal, maka aksara tersebut berubah menjadi gantungan ê (ya), …É (ra), ...Ê (re), …¯(la) dan ….Ù  (wa).

2)   Pangangge Tengenan
Tengenan merupakan aksara wianjana (konsonan) yang terletak pada akhir kata yang melambangkan fonem konsonan (Nala, 2006). Biasanya tengenan ini ditulis dengan menggunakan gantungan (aksara yang ditulis di bawah aksara) dan gempelan (aksara yang ditempelkan pada aksara di depannya.  Dinas Kebudayaan Propinsi Bali dikemukakan sebagai berikut.
“Tengenan inggih punika aksara wianjana sane nengen sane  kasinahang antuk pangangge tengenan miwah gantungan utawi gempelan”.

Sedangkan Soken Dkk (2011:44) dikemukakan pengangge tengenan adalah konsonan yang terletak di akhir suku mati akibat dirangkaikan dengan aksara yang ada di depannya. Yang termasuk pangangge tengenan adalah cecek (…*) = ng, bisah(…;) = h, surang (…() = r, dan adeg-adeg (…/) = tanda bunyi mati.

3)   Rangkepan Wianjana
Rangkepan atau rangkapan adalah dua buah aksara wianjana (konsonan) yang merupakan satu kesatuan dalam sebuah kata (Nala, 2006:21). Sedangkan Soken Dkk, (2011:34) dikemukakan bahwa rangkepan aksara wianjana merupakan gabungan aksara konsonan yang dilakukan berdasarkan kesatuan daerah artikulasi, yang dikelompokkan dalam tabel 03.

Tabel 03. Warga Aksara
No
    Aksara
Warga 
Alpa
prana
Maha
prana
Alpa
Prana
Maha
prana
Anu
suara
Arda
suara
Usma
Wisarga
1
Kantia
k
¼
G
f
\
-
-
h
Ka
Kha
Ga
Gha
Nga
-
-
Ha
2
Talawia
c
….È
j
ü
z
y
]
-
Ca
Cha
Ja
Rha
Nya
Ya
Sa
-
3
Murdania
`
`
A
a
x
R
[
-
ṭa
ṭha
ḍa
ḍha
ṇa
ra
ṣa
-
4
Dantia
t
 q
D
a
n
l
s
-
ta
tha
Da
dha
na
la
sa
-
5
Ostia
p
8
b
v
m
w
-
-
pa
pha
Ba
bha
ma
wa
-
-


Menulis gabungan aksara konsonan harus disesuaikan dengan warga aksaranya (pengelompokan aksara berdasarkan daerah artikulasi). Aturan penulisan ini hanya berlaku untuk menulis gabungan aksara konsonan yang terdapat dalam sebuah kata dasar saja. Adapun contoh rangkepan wianjana tersebut menurut Soken Dkk, yaitu: rangkepan nja = (), nca = (), sca = (´Ç), jnya = (), ssa = (), sta = (), sna = (), nta = (xÕ)), ndha = (), ksa = ().
4)   Kruna Lingga Tigang Kecap (Kata Dasar Tiga Suku Kata)
Penulisan kata dasar yang terdiri atas tiga suku kata mengacu pada asal-usul kata itu sendiri (Soken Dkk, 2011:57). Bagi kata-kata yang berasal bahasa Bali, bahasa Daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing sistem penulisan suku kata pertamanya, baik dalam aksara Bali maupun dalam aksara Latin harus memakai pepet (…)) atau ditulis sesuai dengan lafalnya. Sedangkan kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta lafal /ǝ/ pada suku kata pertamanya ditulis dengan /a/.

5)        Aksara Madwita
Dwita adalah konsonan (wianjana) yang digantungi oleh konsonan yang sama. Kata yang memakai dwita berasal dari akar kata bahasa Sanskerta. Sebelum Pasamuhan Agung Kecil tahun 1963 di  Denpasar ada kaidah-kaidah yang menyatakan bahwa setiap kata dasar bila aksara yang terletak di depannya memakai surang (…() maka aksara yang terletak di belakangnya harus ditulis rangkap (dwita). Namun, setelah Pasamuhan Agung dinyatakan bahwa dwita yang disebabkan oleh surang itu dihapuskan karena dipandang kurang praktis jika ditulis dengan huruf Bali-Latin dan menyalahi fonologi (Soken Dkk, 2011:39).

6)        Pasang Pageh
Dalam sistem penulisan dengan pasang aksara Bali terdapat kata-kata yang penulisannya memang demikian adanya. Tidak diketahui bagaimana asal-usul terbentuknya sehingga penulisannya tidak bisa diubah. Penulisan seperti itulah yang disebut dengan pasang pageh.
Menurut Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, dikemukakan pengertian pasang pageh sebagai berikut.
Pasang pageh inggih punika pasang aksara sane sasuratannyane wantah asapunika. Kruna sane nganggen pasang pageh ketahnyane mawit saking basa Kawi miwah basa Sanskerta.

Artinya, pasang pageh adalah pasang aksara yang penulisannya memang demikian. Umumnya, kata yang ditulis menggunakan pasang pageh berasal dari bahasa Jawa Kuna (Kawi) dan bahasa Sanskerta.

7)        Aksara Anceng
Aksara anceng dalam bahasa Indonesia disebut juga singkatan. Pada mulanya, aksara anceng tersebut hanya bisa ditemukan pada ranah tradisional saja. Penulisan tersebut sering dijumpai pada penulisan lontar-lontar kuna seperti: wariga, usada, pipil, tatwa, usana, dan sebagainya. Dinas Kebudayaan Propinsi Bali dikemukakan:
Ringkesan tradisional inggih punika aksara sane kacutetang kaambil kecap ipun wantah asiki. Aksara anceng punika ketah kaanggen nyuratang wariga, usada, pipil,muah sane lianan. Lianan punika, rikala nyuratang punika patut apit carik siki. Upami: Pon = (), Mantra = (m ), Radite = (r).
Seiring dengan perkembangan peradaban dan kehidupan masyarakat Bali, maka singakatan pun menjadi merambat pada penulisan singkatan ke ranah modern, baik singkatan dari bahasa Indonesia, maupun singkatan bahasa asing lainnya. Menurut Soken Dkk, (2011:73) aturan penulisan ranah modern ini ditulis diantara carik siki/apit carik (,….,). Pada ranah ini, yang ditulis adalah ucapan dari huruf (besar) yang membentuk singkatan tersebut dengan menggunakan pasang palas (berjajar, kata yang satu dengan kata yang lainnya terpisah). Misalnya: (SMP = ,6s/6m/ep,).

2 komentar: